Sekilas tentang Wilayah Tambora, Jakarta Barat

Sikut menyikut, badan menerobos, mata memandang tajam, dan puluhan pasang kaki berlomba saling mendahului di halte bus Trans Jakarta. Pun begitu kendaraan di jalanan: bunyi klakson, mencari celah, hingga akhirnya bisa melewati sesaknya kota Jakarta. Inilah ibu kota negara kita, DKI Jakarta. Orang yang tak pernah datang kesini pun tahu bahwa Jakarta itu Begitu padat.

Lebih khususnya kita melihat Kecamatan Tambora, di kawasan Jakarta Barat. Tercatat ada sekitar 213.677 jiwa penduduk dengan tingkat kepadatan 39.496 jiwa per km persegi. Tak heran jika kawasan ini menyandang predikat sebagai kawasan terpadat se-Asia Tenggara. Begitu banyak masalah-masalah sosial yang timbul, mulai dari pemukiman penduduk yang padat dan kumuh, rawan sekali terhadap bencana kebakaran, tingkat kemiskinan yang tinggi, bentrokan antar kelompok warga di wilayah sekitar dan masih banyak lagi catatan masalah sosial di wilayah ini.

Namun dibalik masalah sosial tersebut, sejatinya daerah ini memiliki potesi ekonomi yang amat besar. Tercatat transaksi di kawasan perniagaan ini mencapai angka belasan milyar rupiah per-hari. Angka yang menakjubkan,  bukan dari Mall eksklusif, tapi transaksi ini berasal dari pedagang-pedagang grosir  pertokoan hingga pedagang kaki lima. Hal ini seakan membuktikan bahwa daerah ini memiliki potensi ekonomi yang besar.

Potensi pariwisata juga memiliki peran yang besar, Zero Point of Jakarta, begitu ia dijuluki. Jakarta Barat memiliki banyak sekali pusat sejarah kemerdekaan Indonesia. Museum Fatahillah, Museum Bank Mandiri,  Museum Bank Indonesia, serta museum lain dengan bangunan-bangunan yang berciri khas tua, yang dibangun ketika masa penjajahan Belanda. Meski kurang tertata, kota ini masih saja menarik perhatian turis karena keunikan nilai sejarahnya.

Hal krusial lainnya adalah persoalan pendidikan yang seolah-seolah menjadi hal minoritas. Ada sesuatu yang paradoks disana antara perekonomian tinggi dan pendidikan yang sangat rendah. Bahkan sekolah yang ada disana bisa dikatakan tidak layak untuk menjadi sekolahan, selain karena gedung dan fasilitas yang kurang memadai, area lingkungan sekolah pun kendati menjadi permasalahannya.

Banyak pengusaha-pengusaha di daerah Tambora yang justru mencari untuk mempekerjakan anak-anak di bawah umur, sekedar untuk packaging. Hal ini adalah letak permasalahan utamanya, anak-anak yang mengecap pendidikan di daerah Tambora, banyak dari mereka yang lebih tertarik untuk mencari uang dibandingkan untuk bersekolah. (Wai-Bia)

Leave a comment